Senin, 19 Mei 2008

ashtma, penyebab dan gejala

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara.
PenyeBab
Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga.
Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.
Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos - peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang.
Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.
Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.
Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.
Gejala awal pada anak-anak bisa berupa rasa gatal di dada atau di leher. Batuk kering di malam hari atau ketika melakukan olah raga juga bisa merupakan satu-satunya gejala.
Selama serangan asma, sesak nafas bisa menjadi semakin berat, sehingga timbul rasa cemas. Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
Pada serangan yang sangat berat, penderita menjadi sulit untuk berbicara karena sesaknya sangat hebat. Kebingungan, letargi (keadaan kesadaran yang menurun, dimana penderita seperti tidur lelap, tetapi dapat dibangunkan sebentar kemudian segera tertidur kembali) dan sianosis (kulit tampak kebiruan) merupakan pertanda bahwa persediaan oksigen penderita sangat terbatas dan perlu segera dilakukan pengobatan. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna,
Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas.
Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan spirometri berulang. Spirometri juga digunakan untuk menilai beratnya penyumbatan saluran udara dan untuk memantau pengobatan.
Menentukan faktor pemicu asma seringkali tidak mudah. Tes kulit alergi bisa membantu menentukan alergen yang memicu timbulnya gejala asma. Jika diagnosisnya masih meragukan atau jika dirasa sangat penting untuk mengetahui faktor pemicu terjadinya asma, maka bisa dilakukan bronchial challenge test.
Pengobatan
Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan.
Agonis reseptor beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.
Bronkodilator yang yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala dan tremor (gemetar) otot. Bronkodilator yang hanya bekerja pada reseptor beta2-adrenergik (yang terutama ditemukan di dalam sel-sel di paru-paru), hanya memiliki sedikit efek samping terhadap organ lainnya. Bronkodilator ini (misalnya albuterol), menyebabkan lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adrenergik.
Sebagian besar bronkodilator bekerja dalam beberapa menit, tetapi efeknya hanya berlangsung selama 4-6 jam. Bronkodilator yang lebih baru memiliki efek yang lebih panjang, tetapi karena mula kerjanya lebih lambat, maka obat ini lebih banyak digunakan untuk mencegah serangan.
Bronkodilator tersedia dalam bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat. Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung lebih lambat.
Jenis bronkodilator lainnya adalah theophylline. Theophylline biasanya diberikan per-oral (ditelan); tersedia dalam berbagai bentuk, mulai dari tablet dan sirup short-acting sampai kapsul dan tablet long-acting. Pada serangan asma yang berat, bisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah).
Jumlah theophylline di dalam darah bisa diukur di laboratorium dan harus dipantau secara ketat, karena jumlah yang terlalu sedikit tidak akan memberikan efek, sedangkan jumlah yang terlalu banyak bisa menyebabkan irama jantung abnormal atau kejang. Pada saat pertama kali mengkonsumsi theophylline, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah. Kedua efek samping tersebut, biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat. Pada dosis yang lebih besar, penderita bisa merasakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakuatan), muntah, dan kejang.
Corticosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala asma. Jika digunakan dalam jangka panjang, secara bertahap corticosteroid akan menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara terhadap sejumlah rangsangan.
Tetapi penggunaan tablet atau suntikan corticosteroid jangka panjang bisa menyebabkan:
gangguan proses penyembuhan luka
terhambatnya pertumbuhan anak-anak
hilangnya kalsium dari tulang
perdarahan lambung
katarak prematur
peningkatan kadar gula darah
penambahan berat badan
kelaparan
kelainan mental.
Tablet atau suntikan corticosteroid bisa digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan asma yang berat. Untuk penggunaan jangka panjang biasanya diberikan inhaler corticosteroid karena dengan inhaler, obat yang sampai di paru-paru 50 kali lebih banyak dibandingkan obat yang sampai ke bagian tubuh lainnya. Corticosteroid per-oral (ditelan) diberikan untuk jangka panjang hanya jika pengobatan lainnya tidak dapat mengendalikan gejala asma.
Cromolin dan nedocromil diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk asma karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.
Obat antikolinergik (contohnya atropin dan ipratropium bromida) bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik.
Pengubah leukotrien (contohnya montelucas, zafirlucas dan zileuton) merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala asma).

batuk, gejala dan pengobatan batuk

1.Batuk adalah gerakan refleks (reaksi otomatis dari tubuh) dalam melindungi paru-paru. Bila ada benda asing selain udara yang masuk atau suatu rangsangan saluran pernafasan, otomatis menyebabkan batuk untuk mengeluarkan atau menghilangkan atau asing yang menyebabkan batuk. Umumnya batuk disertai dengan adanya infeksi pernafasan bagian atas, seperti flu, pilek. Dimana cairan hidung dan dahak merangsang saluran pernafasan.Gejala :* Batuk yang mungkin disertai dengan pengeluaran dahak.* Tenggorokan sakit dan gatal.* Sakit otot perut, bila batuk terus menerus.
Penyebabnya :* Masuknya benda asing kedalam saluran pernafasan seperti debu, asap atau cairan makanan secara tidak sengaja.* Penyempitan saluran pernafasan misalnya asma.* Produksi dahak yang berlebihan disaluran tenggorokan karena infeksi misalnya : Flu, bronkithis dan penyakit paru-paru lainnya (TBC dan kanker paru-paru).
Pencegahannya :Kurangi makanan dan minuman yang menyebabkan batuk, seperti gorengan, pedas dan dingin. Jangan makan dan minum selama masih batuk.
sumber: http://pengobatanalami.com/artikel-kesehatan/batuk.html
2.Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernafasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya.
Batuk terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor batuk (hidung, saluran pernafasan, bahkan telinga). Kemudian reseptor akan mengalirkan lewat syaraf ke pusat batuk yang berada di otak. Di sini akan memberi sinyal kepada otot-otot tubuh untuk mengeluarkan benda asing tadi, hingga terjadilah batuk.
Akut dan Kronis
Batuk dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu batuk akut dan batuk kronis, keduanya dikelompokkan berdasarkan waktu.
Batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari 14 hari, serta dalam 1 episode. Bila batuk sudah lebih dari 14 hari atau terjadi dalam 3 episode selama 3 bulan berturut-turut, disebut batuk kronis atau batuk kronis berulang.
Batuk kronis berulang yang sering menyerang anak-anak adalah karena asma, tuberkolosis (TB), dan pertusis (batuk rejan/batuk 100 hari). Pertusis adalah batuk kronis yang disebabkan oleh kuman Bordetella pertussis. Pertussis dapat dicegah dengan imunisasi DPT.
Penyebab batuk
Ada beberapa macam penyebab batuk :
1. Umumnya disebabkan oleh infeksi di saluran pernafasan bagian atas yang merupakan gejala flu.
2. Infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA).
3. Alergi
4. Asma atau tuberculosis
5. Benda asing yang masuk kedalam saluran napas
6. Tersedak akibat minum susu
7. Menghirup asap rokok dari orang sekitar
8. Batuk Psikogenik. Batuk ini banyak diakibatkan karena masalah emosi dan psikologis
3. BATUK REJAN
Penyakit Batuk rejan atau juga dikenali sebagai "pertusis" atau dalam bahasa Inggris Whooping Cough adalah satu penyakit menular. Di dunia terjadi sekitar 30 sampai 50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus (data dari WHO). Penyakit ini biasanya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. 90 persen kasus ini terjadi di negara berkembang, penyakit ini biasanya diakibatkan oleh bacterium Bordetella namun tidak jarang diakibatkan oleh B. parapertussis

Masa Inkubasi
Waktu terekspos sampai nampak tanda penyakit 3 sampai 12 hari.
Gejala
Biasanya dimulai dengan gejala ISPA ringan seperti batuk, bersin dan cairan hidung keluar terus menerus (pada stadium catarrhal) kemudian sesudah 1 minggu sampai 2 minggu dilanjutkan dengan batuk yg terus menerus namun diikuti masa dimana ada jeda batuk (stadium paroxysmal). Batuk ini mungkin dapat diikuti dengan adanya muntah, hal ini disebabkan rasa mual yg diderita, dan pada anak kecil dimana reflek fisiologis yg belum terbentuk secara sempurna maka akan menimbulkan muntah, hal ini tidak jarang membawa ke arah malnutrisi. Batuk ini dapat di picu oleh menguap, tertawa atau berteriak, dan akan berkurang sesudah 1 sampai 2 bulan. Komplikasi yg dapat mengikuti keadaan ini adalah pneumonia, encephalitis, hipertensi pada paru, dan infeksi bakterial yg mengikuti.
Penularan
Pertusis menular melalui droplet batuk dari pasien yg terkena penyakit ini dan kemudian terhirup oleh orang sehat yg tidak mempunyai kekebalan tubuh, antibiotik dapat diberikan untuk mengurangi terjadinya infeksi bakterial yg mengikuti dan mengurangi kemungkinan memberatnya penyakit ini (sampai pada stadium catarrhal) sesudah stadium catarrhal antibiotik tetap diberikan untuk mengurangi penyebaran penyakit ini, antibiotik juga diberikan pada orang yg kontak dengan penderita, diharapkan dengan pemberian seperti ini akan mengurangi terjadinya penularan pada orang sehat tersebut.
Pengobatan
Jika penyakitnya berat, penderita biasanya dirawat di rumah sakit. Mereka ditempatkan di dalam kamar yang tenang dan tidak terlalu terang. Keributan bisa merangsang serangan batuk. Bisa dilakukan pengisapan lendir dari tenggorokan. Pada kasus yang berat, oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang dimasukkan ke trakea. Untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah dan karena bayi biasanya tidak dapat makan akibat batuk, maka diberikan cairan melalui infus. Gizi yang baik sangat penting, dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Untuk membasmi bakteri, biasanya diberikan antibiotik eritromycin.Prognosis
Sebagian besar penderita mengalami pemulihan total, meskipun berlangsung lambat. Sekitar 1-2% anak yang berusia dibawah 1 tahun meninggal. Kematian terjadi karena berkurangnya oksigen ke otak (ensefalopati anoksia) dan bronkopneumonia.
Pencegahan
Imunisasi pada usia 2, 4, 6, dan 18 bulan dan 4-6 tahun. Diharapkan kemugkinan terkenanya pertusis akan makin rendah dengan diberikan nya imunisasi, dan gejala penyakit pun tidak akan seberat kalau tanpa diberikannya imunisasi.
atuk adalah suatu refleks fisiologi pada keadaan sehat maupun sakit dan dapat ditimbulkan oleh pelbagai sebab. Refleks batuk lazimnya diakibatkan oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang terletak dibeberapa bagian dari tenggorokan (epiglotis, laring, trakea, dan bronki). Mukosa/selaput lendir ini memiliki reseptor yang peka untuk zat-zat perangsang (dahak, debu, peradangan), yang dapat mencetuskan batuk.Bagaimana batuk terjadi ? Batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi.Jadi refleks batuk sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan saluran nafas terhadap benda asing, gas yang mengiritasi, allergen seperti bakteri dan virus. Dengan demikian, batuk merupakan suatu mekanisme perlindungan.Batuk dimulai dengan tarikan nafas dalam, diikuti dengan penutupan glottis, relaksasi dinding perut dan kontraksi otot terhadap glottis yang tertutup kemudian menghasilkan tekanan intrabronkus (cabang tenggorok) dan tekanan intrathoraks (dinding dada) positif yang maksimal. Tekanan intrathoraks (dalam dinding dada) yang positif menyebabkan penyempitan trakea (pipa saluran nafas). Waktu glottis terbuka, kombinasi perbedaan tekanan yang besar antara saluran nafas dan tekanan atmosfir bersamaan dengan penyempitan trakea, menghasilkan aliran udara yang amat kuat untuk mengeluarkan sputum(dahak) atau benda asing (kuman, bakteri, virus, debu, dan lain-lain).Jenis Batuk Dan PenangananLama batuk dan gejala lain yang berhubungan karena batuk dapat kering atau non produktif biasa disebut "Batuk kering" atau batuk dengan sputum/dahak dikenal dengan "Batuk berdahak", ada juga Batuk yang pendek atau Batuk yang berulang/panjang. Batuk yang terus menerus dapat menyebabkan kenaikan tekanan intrapleura (tekanan didalam pembungkus paru) sehingga mengganggu aliran balik vena ke jantung, menyebabkan kenaikan tekanan intracranial (tekanan didalam otak), hipoksia serebri (otak kerkurangan oksigen) dan pingsan.Batuk yang diinduksi oleh perubahan postural (posisi tubuh) mungkin menyatakan abses paru-paru kronis, Tuberculosis dengan kavitas, bronkhiektasis, atau tumor bertangkai, sedang batuk yang berhubungan dengan makan menyatakan gangguan mekanisme menelan, atau kemungkinan fistula trakeoeosofagus. Batuk di pagi hari waktu bangun tidur sampai dahak dikeluarkan adalah tipikal untuk bronkhitis kronis. Sedangkan Batuk yang disertai rinitis (infeksi pada hidung) atau wheezing (nafas berbunyi) atau yang memiliki insidensi musiman, mungkin merupakan suatu respon alergi.Batuk pada malam hari dapat disebabkan oleh bendungan paru sebab gagal jantung kiri atau stenosis mitral dan biasanya batuknya dengan dahak yang banyak, berbusa dan kemerahan.Batuk yang lama dan berulang sering didapatkan pada bronchitis menahun dan batuk rejan/pertusis. Batuk yang disertai nyeri seperti di tusuk pada dada dan bertambah nyeri pada waktu bernafas menunjukkan kemungkinan terkenannya pleura (selaput pembungkus paru) seperti pleuro pneumonia.Dahak yang berbau busuk menimbulkan dugaan infeksi anaerob seperti abses paru. Dahak purulen yang banyak, yang dibatukkan pada perubahan posisi, khas pada bronkhiektasis dan abses paru. Dahak berwarna karat biasanya didapatkan pada pneumonia, sedang sputum berwarna hitam mungkin sebab asap rokok atau polusi udara.Batuk yang berlangsung lebih dari 3 minggu, sebaiknya diperiksa lebih lanjut penyebabnya dengan membuat dengan membuat foto dada PA untuk menyingkirkan kemingkinan Tuberculosis Paru, Carsinoma bronkus dan penyakit paru lainnya yang serius. Konsultasikan ke dokter bila batuk tidak kunjung sembuh. Selama wawancara, dokter akan memperhatikan batuk spontan, karena bunyinya dapat mengungkapkan informasi yang berguna (misalnya, riak sekresi; batuk kering; iritatif; menggonggong yang berhubungan dengan trakeitis akut (infeksi pada saluran nafas); atau batuk yang bernada rendah, meniup "bovine" tanpa awal eksplosif, terdengar pada pasien dengan paralisis saraf laringeal rekuren). Jika pasien tidak batuk secara spontan, ia harus diminta untuk batuk setelah pemeriksaan thoraks.Dianjurkan untuk menunggu sampai setelah pemeriksaan toraks karena batuk yang prematur mungkin melepaskan bunyi sekresi sebelum terdeteksi. Adalah berguna mendengarkan paru-paru pasien dan pada mulutnya yang terbuka sebelum dan setelah batuk, karena poergerakan sekresi dapat mengubah pemeriksaan fisik secara dramatis, dilain pihak, postytussive crackles mungkin muncul, terutama pada lesi tuberculosis di lobus paru atas.Kenali GejalanyaBatuk kering yang menetap lebih dari satu bulan dengan sedikit atau tanpa perbaikan. Disertai demam, batuk darah, sesak nafas atau nyeri dada saat batuk.Pasien merupakan penderita asma, hipertensi, berusia lanjut, dibawah lima tahun, dengan masalah jantung atau lambung, perokok atau sedang menjalani pengobatan lain.Terdapat gejala, seperti sakit kepala, nyeri telinga, atau timbul ruam. Berat badan turun dan nyeri seluruh otot.Pemilihan ObatTerapi batuk terutama ditujukkan untuk penyebab dasarnya. Batuk produktif tidak boleh ditekan kecuali pada situasi khusus (misalnya, jika menyebabkan kelelahan pasien atau mengganggu tidur dan istirahat), terapi simptomatis sering diberikan dan mungkin tepat jika penyebabnya telah ditemukan dan batuk tidak produktif namun mengganggu pasien. Sebagian besar obat batuk dikelompokkan menjadi kategori antitusif dan ekspektoran.Sebagai pedomannya, jika batuk saja yang menjadi masalah, lebih baik menggunakan dosis penuh obat tunggal yang ditujukan untuk komponen spesifik refleks batuk.Berikut ini adalah prinsip dan saran spesifik :1.Untuk menekan batuk saja, dextromethrorphan lebih disukai tetapi codein juga dapat digunakan. Antitusif narkotika yang lebih kuat harus dicadangkan jika diperlukan efek alangesik dan sedatif2.Untuk meningkatkan sekresi bronkhial (pengeluaran dahak) dan mencairkan sekresi bronkhial yang kental, digunakan hidrasi yang adekuat 8 - 10 gelas air atau inhalasi uap); larutan kalium iodida jenuh atau sirup epeca per oral dapat dicoba jika hidrasi saja tidak berhasil.3.Untuk menghilangkan batuk yang berasal dari daerah faring digunakan sirup atau tablet isap demulsen, dikombinasikan dengan dextro metorphan jika perlu4.Untuk bronkhokontriksi yang mempersulit batuk dianjurkan bronkhodilator, mungkin dikombinasikan dengan ekspektoran. Untuk Batuk "Berdahak"Uap air (mendidih) yang dihirup guna memperbanyak sekret yang diproduksi di tenggorokan. Cara ini efektif dan murah terutama pada batuk "dalam" , yakni bila rangsangan batuk timbulnya dari bawah pangkal tenggorok. Seringkali minum banyak air juga bisa menghasilkan efek yang sama.Yang juga meringankan batuk adaklah menghirup auap menthol atau minyak atsiri, dengan catatan bahwa cara ini jangan diberikan pada anak-anak diobawah usia 2 tahun, alasannya adalah kemungkinan terjadinya kejang laring (Laringospasm; refleks kretschchmer) yang membahayakan jiwa anak. Suplemen: minyak aromatik (eukaliptus, thyme), asam askorbat, bioflavanoid, bawang putih, jus lemon, sari buah apel, madu, jus calamansi.Minumlah minimal 8-10 gelas air atau cairan lainnya per hari.Mandi air hangat akan membantu mengencerkan mukus dan membuatnya lebih mudah dibatukkan. Menjaga agar tububh tetap hangat. Hindari merokok, lingkungan berdebu, kering, atau dingin. Hindari alkohol atau kafein untuk mencegah kehilangan cairan. Cairan penting untuk menepiskan, mengencerkan mukus.Beristirahatlah dengan cukup.Paracetamol dapat diberikan bila demam dan nyeri yang disertai batuk. Akan tetapi beberapa obat batuk dan flu sudah mengandung paracetamol karenanya bacalah label obat dengan teliti untuk menghindari overdosis.

Minggu, 18 Mei 2008

terhadap status kesehatan.
Kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan, dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap status kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap status kesehatan di negara-negara berkembang, terutama di Indonesia belum ada penelitian. Apabila dilakukan penelitian mungkin perilaku mempunyai kontribusi yang lebih besar. Penelitian penulis di Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur tentang status gizi anak balita dengan menggunakan analisis stepwise per kapita (ekonomi) tidak terseleksi. Meskipun variabel ekonomi di sini belum mewakili seluruh variabel lingkungan, tetapi paling tidak pengaruh perilaku lebih besar daripada variabel-variabel lain.
Selanjutnya Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilator belakangi atau dipengaruhi oleh faktor pokok yakni : faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sebagai faktor pokok tersebut. Skema dari Blum dan Green tersebut dapat dimodifikasi sebagai berikut :









Bagan
Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Pendidikan
Kesehatan

Pelayanan
Kesehatan
Keturunan
Status
Kesehatan
Perilaku
Lingkungan
Predisposisi Factors (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai dan sebagainya)
Enabling Factors (ketersediaan sumber-sumber/ fasilitas)
Reinforcing Factors (sikap dan perilaku petugas)
Komunikasi
DK
PPM
Pem. Sosial P. O
Training
P. O.
PENDIDIKAN
KESEHATAN
















Dari diagram tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan adalah suatu usaha untuk menyediakan kondisi psikologis dari sasaran agar mereka berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai-nilai kesehatan.



1. Konsep Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik praktis atau praktek pendidikan. Oleh sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.
Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Namun demikian tidak semua perubahan itu terjadi karena belajar saja, misalnya perkembangan anak dari tidak dapat berjalan dapat berjalan. Perubahan ini terjadi bukan hasil proses belajar, tetapi karena proses kematangan. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar itu mempunyai ciri-ciri : belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar adalah bahwa perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari, bukan karena kebetulan.
Bertitik tolak dari konsep pendidikan tersebut, maka konsep pendidikan kesehatan itu juga proses belajar pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri menjadi mampu, dan lain sebagainya. Berangkat dari konsep pendidikan kesehatan tersebut di atas pendidikan didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan (perilaku)nya/mereka, untuk mencapai kesehatan/kesehatan secara optimal.
Disamping konsep pendidikan kesehatan tersebut di atas, para ahli pendidikan kesehatan juga telah mencoba membuat batasan tentang pendidikan kesehatan yang berbeda-beda, sesuai dengan konsep mereka masing-masing tentang pendidikan. Batasan-batasan yang sering dijadikan acuan antara lain dari : Nyswander, Stuart, Green, tim ahli WHO dan lain sebagainya.
2. Proses Pendidikan Kesehatan
Seperti telah disebutkan di atas bahwa prinsip pokok pendidikan kesehatan adalah proses belajar. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yakni persoalan masukan (input), proses, dan persoalan keluaran (out put). Persoalan masukan dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut sasaran belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya. Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Di dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor, antara lain : subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator) metode dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri, yaitu berupa kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar. Proses kegiatan belajar tersebut digambarkan sebagai :

Bagan
Proses Belajar
Input
(Subjek Belajar)
PROSES
BELAJAR
OUTPUT
(Hasil belajar)




Beberapa ahli pendidikan mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar ini ke dalam 4 kelompok besar, yakni : faktor materi (bahan belajar), lingkungan, instrumental, dan subjek belajar. Faktor instrumental ini terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat peraga, dan perangkat lunak (software) seperti fasilitator belajar, metode belajar, organisasi dan sebgaainya. Dalam pendidikan kesehatan subjek belajar ini dapat berupa individu, kelompok atau masyarakat.

Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan. Dari dimensi sasarannya, pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3 yakni :
a. Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu.
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
Dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat berlangsung diberbagai tempat, dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya :
a. Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid.
b. Pendidikan kesehatan di rumah sakit, dilakukan di rumah sakit-rumah sakit dengan sasaran pasien atau keluarga pasien, di Puskesmas dan sebagainya.
c. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan yang bersangkutan.
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari Leavel and Clark, sebagai berikut :
a. Promosi Kesehatan (Health Promotion)
Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan hygiene perorangan, dan sebagainya.
b. Perlindungan Khusus (Spesifik Protection)
Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di negara-negara berkembang. Hal ini karena kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada dirinya maupun pada anak-anaknya masih rendah.
c. Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi penyakit-penyakit yang terjadi di dalam masyarakat. Bahkan kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan diobati penyakitnya. Hal akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan sangat diperlukan pada tahap ini.
d. Pembatasan Cacad (Disability Limitation)
Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Dengan kata lain mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan cacad atau ketidakmampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga diperlukan pada tahap ini.
e. Rehabilitasi (Rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang menjadi cacad. Untuk memulihkan cacadnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan-latihan tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak atau segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Disamping itu orang cacad setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau menerima mereka sebgaai anggota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang yang cacad tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

B. Materi Penyuluhan
Kesehatan Gigi dan Mulut
Gigi merupakan jaringan tubuh yang penting untuk dipertahankan dan dicegah dari kerusakan. Meskipun gigi adalah yang penting untuk dipertahankan dan dicegah dari kerusakan. Meskipun gigi adalah jaringan tubuh yang paling keras, namun mudah sekali terjadi kerusakan. Proses terjadinya kerusakan gigi diawali dengan adanya lubang gigi (karies). Karies adalah proses patologis berupa kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi dan menjalar ke tulang gigi (dentin).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya karies gigi yaitu faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses terjadinya karies antara lain struktur gigi, morfologi gigi, susunan gigi-geligi di rahang, derajat keasaman saliva, kebersihan mulut, jumlah dan frekuensi makan makanan yang menyebabkan karies (kariogenik).
Selain itu, terdapat faktor luar sebagai faktor predisposisi dan penghambat yang berhubungan tidak langsung dengan proses terjadinya karies antara lain usia, jenis kelamin, suku bangsa, letak geografis, tingkat ekonomi, kultur sosial, serta pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap pemeliharaan kesehatan gigi.
Namun, faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies adalah gigi dan air ludah, mikroorganisme penyebab karies, subtrat (makanan) serta waktu sebagai faktor tambahan. Gigi yang tidak beraturan (crowding) dan air ludah yang banyak serta konsistensinya kental, mudah sekali terserang karies.
Mikroorganisme penyebab karies adalah bakteri dari jenis streptococcus dan lactobacillus. Makanan yang kariogenik adalah makanan yang lengket menempel di gigi seperti gula-gula (permen), dan coklat.
Untuk mencegah terjadinya karies (lubang gigi) perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Memelihara kebersihan mulut dan gigi (menghilangkan plak dan bakteri).
2. Memperkuat gigi dengan kalsium fluor, (teh dan sayuran hijau), dan fosfor.
3. Mengurangi konsumsi makanan manis dan lengket.
4. Sikat gigi sesudah makan dan sebelum tidur malam.
5. Gunakan sikat gigi yang berbulu halus dan pasta gigi berfluor.
6. Makan buah-buahan berserat sebagai pencuci mulut seperti wortel (Vit A), jeruk (Vit C), kecambah (Vit E).
7. Periksakan gigi dan mulut ke dokter gigi sedikitnya 6 bulan sekali.
8. Apabila gigi sudah berlubang, datangi dokter gigi Anda untuk melakukan perawatan.
Berikut ini disampaikan lima tip agar mulut kita lebih sehat.
1. Gosoklah gigi sampai bersih dengan sikat yang lembut. Menyikat gigi berarti membuang plak (timbunan bakteri) gigi dan sisa makanan sehingga dapat mencegah kerusakan gigi. Kebanyakan orang hanya menyikat gigi selama 45 detik, cobalah sampai dua menit agar gigi benar-benar bersih dan sebaiknya dilakukan sehabis makan.
2. Jangan lupa menyikat lidah. Di dalam rongga mulut selain gigi, juga terdapat organ penting lainnya yaitu lidah. Mulut mengandung berbagai bakteri dan beberapa jenis bakteri dapat tumbuh di lidah. Pada beberapa orang, tumbuhnya bakteri tersebut menyebabkan napas berbau tak sedap.
3. Kurangi mengkonsumsi panganan ringan. Pangan ini cukup tinggi kadar gulanya sehingga berpotensi sebagai makanan untuk pertumbuhan bakteri mulut. Dalam waktu sekitar 20 menit setelah makan panganan ringan, bakteri akan menghasilkan senyawa asam seperti asetat, format, dan laktat. yang menyerang email gigi. Ngemil berarti menambah waktu kontak senyawa asam dengan gigi sehingga memperburuk kesehatan gigi.
4. Kurangi atau tinggalkan minuman bersoda. Gula di dalam minuman ringan bersoda dapat menjadi nutrisi untuk pertumbuhan bakteri di mulut, sebagaimana pada snack. Kalaupun komposisi minumannya tanpa gula, adanya asam sitrat dan fosfat hingga pH 2 ( sangat asam), dapat menggerus akar dan email gigi.
5. Mengunyah permen karet (gum) yang bahan pemanisnya xilitol. Xilitol (C5H12O5 ) merupakan kelompok gula alkohol yang dalam penelitian selama 25 tahun terakhir ini terbukti dapat mencegah karies/ kerusakan gigi. Untuk mengurangi paparan (expose) gula baik sukrosa maupun glukosa, khususnya dari produk gula-gula (permen), kini telah ditawarkan bahan pemanis alami pelindung gigi, yaitu xilitol. Xilitol tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri perusak gigi, maka senyawa asam tak diproduksi sehingga pH permukaan gigi terpelihara berada di atas 5,7. (Wisnu Adi Yulianto).


Kanker Leher Rahim
Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim. Benar, sesuai dengan namanya, kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukan bahwa kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun.
Memang istilah "kanker" sendiri sudah pasti memberi kesan menakutkan dan menyeramkan. Laksana seorang terpidana menerima hukuman mati.

Bagaimana pula dengan kanker leher rahim?
Apakah juga sama menakutkannya dengan beberapa kanker lainnya?Menurut para ahli kanker, kanker leher rahim adalah salah satu jenis kanker yang paling dapat dicegah dan paling dapat disembuhkan dari semua kasus kanker. Tetapi, biarpun demikian, di wilayah Australia barat saja, tercatat sebanyak 85 orang wanita didiagnosa positif terhadap kanker leher rahim setiap tahun. Dan pada tahun 1993 saja, 40 wanita telah tewas menjadi korban keganasan kanker ini.

Bagaimanakah kanker leher rahim terjadi?
Layaknya semua kanker, kanker leher rahim terjadi ditandai dengan adanya pertumbuhan sel-sel pada leher rahim yang tidak lazim (abnormal). Tetapi sebelum sel-sel tersebut menjadi sel-sel kanker, terjadi beberapa perubahan yang dialami oleh sel-sel tersebut. Perubahan sel-sel tersebut biasanya memakan waktu sampai bertahun-tahun sebelum sel-sel tadi berubah menjadi sel-sel kanker. Selama jeda tersebut, pengobatan yang tepat akan segera dapat menghentikan sel-sel yang abnormal tersebut sebelum berubah menjadi sel kanker. Sel-sel yang abnormal tersebut dapat dideteksi kehadirannya dengan suatu test yang disebut "Pap smear test", sehingga semakin dini sel-sel abnormal tadi terdeteksi, semakin rendahlah resiko seseorang menderita kanker leher rahim.
Memang Pap smear test adalah suatu test yang aman dan murah dan telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim. Test ini ditemukan pertama kali oleh Dr. George Papanicolou, sehingga dinamakan Pap smear test. Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi dari sel tersebut. Perubahan sel-sel leher rahim yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan beberapa tindakan pengobatan diambil sebelum sel-sel tersebut dapat berkembang menjadi sel kanker.
Test ini hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Dalam keadaan berbaring terlentang, sebuah alat yang dinamakan spekulum akan dimasukan kedalam liang senggama. Alat ini berfungsi untuk membuka dan menahan dinding vagina supaya tetap terbuka, sehingga memungkinkan pandangan yang bebas dan leher rahim terlihat dengan jelas. Sel-sel leher rahim kemudian diambil dengan cara mengusap leher rahim dengan sebuah alat yang dinamakan spatula, suatu alat yang menyerupai tangkai pada es krim, dan usapan tersebut dioleskan pada obyek-glass, dan kemudian dikirim ke laboratorium patologi untuk pemeriksaan yang lebih teliti.
Prosedur pemeriksaan Pap smear test mungkin sangat tidak menyenangkan untuk anda, tetapi tidak akan menimbulkan rasa sakit. Mungkin anda lebih memilih dokter wanita untuk prosedur ini, tetapi pada umumnya para dokter umum dan klinik Keluarga Berencana dapat dimintai bantuan untuk pemeriksaan Pap smear test. Usahakanlah melakukan Pap smear test ini pada waktu seminggu atau dua minggu setelah berakhirnya masa menstruasi anda. Jika anda sudah mati haid, Pap smear test dapat anda lakukan kapan saja. Tetapi jika kandung rahim dan leher rahim telah diangkat atau dioperasi (hysterectomy atau operasi pengangkatan kandung rahim dan leher rahim), anda tidak perlu lagi melakukan Pap smear test karena anda sudah terbebas dari resiko menderita kanker leher rahim. Pap smear test biasanya dilakukan setiap dua tahun sekali, dan lebih baik dilakukan secara teratur. Hal yang harus selalu diingat adalah tidak ada kata terlambat untuk melakukan Pap smear test. Pap smear test selalu diperlukan biarpun anda tidak lagi melakukan aktifitas seksual.

Bagaimanakah Tanda-tanda Kanker Serviks?
Perubahan awal yang terjadi pada sel leher rahim tidak selalu merupakan suatu tanda-tanda kanker. Pemeriksaan Pap smear test yang teratur sangat diperlukan untuk mengetahui lebih dini adanya perubahan awal dari sel-sel kanker. Perubahan sel-sel kanker selanjutnya dapat menyebabkan perdarahan setelah aktivitas sexual atau diantara masa menstruasi.
Jika anda mendapatkan tanda-tanda tersebut, sebaiknya anda segera melakukan pemeriksaan ke dokter. Adanya perubahan ataupun keluarnya cairan (discharge) ini bukanlah suatu hal yang normal, dan pemeriksaan yang teliti harus segera dilakukan walaupun anda baru saja melakukan Pap smear test. Biarpun begitu, pada umumnya, setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti, hasilnya tidak selalu positip kanker.

Pengobatan
Seperti pada kejadian penyakit yang lain, jika perubahan awal dapat dideteksi seawal mungkin, tindakan pengobatan dapat diberikan sedini mungkin. Jika perubahan awal telah diketahui pengobatan yang umum diberikan adalah dengan :
1. Pemanasan, diathermy atau dengan sinar laser.
2. Cone biopsi, yaitu dengan cara mengambil sedikit dari sel-sel leher rahim, termasuk sel yang mengalami perubahan. Tindakan ini memungkinkan pemeriksaan yang lebih teliti untuk memastikan adanya sel-sel yang mengalami perubahan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh ahli kandungan.
Jika perjalanan penyakit telah sampai pada tahap pre-kanker, dan kanker leher rahim telah dapat diidentifikasi, maka untuk penyembuhan, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah :
1. Operasi, yaitu dengan mengambil daerah yang terserang kanker, biasanya uterus beserta leher rahimnya.
2. Radioterapi yaitu dengan menggunakan sinar X berkekuatan tinggi yang dapat dilakukan secara internal maupun eksternal.

Resiko untuk terserang kanker:
Setiap wanita yang pernah melakukan hubungan seksual mempunyai resiko terhadap kanker leher rahim. Sel-sel leher rahim mungkin mengalami perubahan sehingga sangat diperlukan melakukan Pap smear test secara teratur (baik yang telah ataupun yang belum pernah mendapatkan Pap smear test). Demikian juga bagi anda yang merokok kemungkinan untuk mendapatkan kanker leher rahim sangat besar.Dijumpainya Human Papilloma Virus (HPV) sering diduga sebagai penyebab terjadinya perubahan yang abnormal dari sel-sel leher rahim.Memiliki pasangan seksual yang berganti-ganti atau memulai aktifitas seksual pada usia yang sangat muda juga memperbesar resiko kemungkinan mendapat kanker leher rahim.

Apa yang harus anda lakukan untuk menghindari kanker leher rahim ?
Yang pertama, jika anda pernah melakukan hubungan seksual anda harus melakukan Pap smear test secara teratur setiap dua tahun dan ini dilakukan sampai anda berusia 70 tahun. Pada beberapa kasus mungkin dokter menyarankan untuk melakukan Pap smear test lebih sering.Hal yang ke dua adalah melaporkan adanya gejala-gejala yang tidak normal seperti adanya perdarahan, terutama setelah coitus (senggama). Hal yang ke tiga adalah tidak merokok. Data statistik melaporkan bahwa resiko terserang kanker leher rahim akan menjadi lebih tinggi jika wanita merokok.
Dengan melakukan beberapa tindakan yang dapat memperkecil resiko tersebut, mudah-mudahan kita dijauhkan dari kejadian kanker leher rahim ini. Semoga.
Dapatkah anda membayangkan, bagaimanakah perasaan anda jika mengetahui hasil pemeriksaan 'Pap Smear' anda memberikan hasil abnormal? Tentulah anda akan merasa kuatir dan cemas, manakala anda mendapati bahwa hasil pemeriksaan 'Pap Smear' anda abnormal. Tetapi janganlah terlalu cemas dahulu, karena tidak semua penampakan sel-sel yang abnormal tersebut berarti kanker. Memang 'Pap Smear' dapat mendeteksi kelainan-kelainan perubahan sel-sel leher rahim secara dini. Paradigma yang harus diingat adalah semakin awal ditemukannya kelainan-kelainan pada pemeriksaan 'Pap Smear', maka akan semakin mudah pula diatasi masalahnya.

Apakah artinya jika 'Pap Smear' anda abnormal.
Hasil 'Pap Smear' dikatakan abnormal jika sel-sel yang berasal dari leher rahim anda ketika diperiksa di bawah mikroskop akan memberikan penampakan yang berbeda dengan sel normal. Kejadian ini biasanya terjadi 1 dari 10 pemeriksaan 'Pap Smear'. Beberapa faktor yang dapat memberikan indikasi diketemukannya penampakan 'Pap Smear' yang abnormal adalah :
1. Unsatisfactory 'Pap Smear'
Pada kasus ini, berarti pegawai di Lab tersebut tidak bisa melihat sel-sel leher rahims anda dengan detail sehingga gagal untuk membuat suatu laporan yang komprehensive kepada dokter anda. Jika kasus ini menimpa anda sebaiknya anda datang lagi untuk pemeriksaan 'Pap Smear' pada waktu yang akan ditentukan oleh dokter anda.

2. Jika ada infeksi atau inflamasi
Kadang-kadang pada pemeriksaan 'Pap Smear' memberikan penampakan terjadinya inflamasi. Ini berarti bahwa sel-sel di dalam leher rahims mengalami suatu iritasi yang ringan sifatnya. Memang kadang-kadang inflamasi dapat kita deteksi melalui pemeriksaan 'Pap Smear', biarpun kita tidak merasakan keluhan-keluhan karena tidak terasanya gejala klinis yang ditimbulkannya. Sebabnya bermacam-macam. Mungkin telah terjadi infeksi yang dikarenakan oleh bakteri, atau karena jamur'. Konsultasikan dengan dokter anda mengenai masalah ini beserta pengobatannya jika diperlukan. Tanyakan kapan anda harus menjalani 'Pap Smear' lagi.
3. Atypia atau Minor Atypia
Yang dimaksud dengan keadaan ini adalah jika pada pemeriksaan 'Pap Smear' terdeteksi perubahan-perubahan sel-sel leher rahims, tetapi sangat minor dan penyebabnya tidak jelas. Pada kasus ini, biasanya hasilnya dilaporkan sebagai 'atypia'. Biasanya terjadinya perubahan penampakan sel-sel tersebut dikarenakan adanya peradangan, tetapi tidak jarang pula karena infeksi virus. Karena untuk membuat suatu diagnosa yang definitif tidak memungkinkan pada tahap ini, dokter anda mungkin akan merekomendasikan anda untuk menjalani pemeriksaan lagi dalam waktu enam bulan. Pada umumnya, sel-sel tersebut akan kembali menjadi normal lagi. Jadi, adalah sangat penting bagi anda untuk melakukan 'Pap Smear' lagi untuk memastikan bahwa kelainan-kelainan yang tampak pada pemeriksaan pertama tersebut adalah gangguan yang tidak serius. Jika hasil pemeriksaan menghasilkan hasil yang sama maka anda mungkin disarankan untuk menjalani kolposkopi.




Apakah kolposkopi itu?
Kolposkopi adalah suatu prosedur pemeriksaan vagina dan leher rahims oleh seorang dokter yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Dengan memeriksa permukaan leher rahims, dokter akan menentukan penyebab abnormalitas dari sel-sel leher rahims seperti yang dinyatakan dalam pemeriksaan 'Pap Smear'. Cara pemeriksaan kolposkopi adalah sebagai berikut: dokter akan memasukkan suatu cairan kedalam vagina dan memberi warna saluran leher rahims dengan suatu cairan yang membuat permukaan leher rahims yang mengandung sel-sel yang abnormal terwarnai.. Kemudian dokter akan melihat kedalam saluran leher rahims melalui sebuah alat yang disebut kolposkop. Kolposkop adalah suatu alat semacam mikroskop binocular yang mempergunakan sinar yang kuat dengan pembesaran yang tinggi.
Jika area yang abnormal sudah terlokalisasi, dokter akan mengambil sampel pada jaringan tersebut (melakukan biopsi) untuk kemudian dikirim ke lab guna pemeriksaan yang mendetail dan akurat. Pengobatan akan sangat tergantung sekali pada hasil pemeriksaan kolposkopi anda.

Bagaimanakah dengan aktifitas seksual anda?
Pada tahap ini, anda tidak perlu kuatir dengan aktifitas seksual anda. Anda tidak perlu absen melakukan aktifitas seksual hanya karena pemeriksaan 'Pap Smear' anda positip, karena keadaan kanker atau pre-kanker yang anda derita tidak mungkin ditularkan kepada suami anda. Tetapi jika sedang dalam pengobatan penyembuhan, sebaiknya tanyakanlah kepada dokter anda kapan anda dapat melakukan hubungan sanggama lagi dan seberapa seringnya hubungan tersebut.

Perlukah dilakukan pemeriksaan lanjutan sesudah selesainya pengobatan?
Pemeriksaan lanjutan sesudah selesainya masa pengobatan adalah mutlak diperlukan untuk mendapatkan kepastian bahwa area yang telah diobati telah sembuh sama sekali. Biarpun metode pengobatan yang anda dapatkan sangat efektif, sel-sel yang abnormal kadang-kadang dapat kambuh lagi, bahkan dapat berkembang dengan derajat keparahan yang lebih tinggi. Jadi deteksi dini adalah hal yang sangat esensial sekali. Selama dua tahun pertama masa pengobatan anda, anda disarankan untuk menjalani pemeriksaan 'Pap Smear' setiap tiga bulan atau enam bulan sekali. Jika setelah tiga kali pemeriksaan berturut-turut hasil 'Pap Smear' anda normal, ini berarti anda telah dapat dinyatakan sembuh, dan anda dapat melakukan pemeriksaan 'Pap Smear' tersebut setiap tahun sekali secara kontinyu.

Gejala
Pada kondisi prakanker, umumnya tidak ada gejala dan tak ada rasa nyeri. Kanker ini dapat dideteksi dengan menggunakan Pap Smear. Bila kanker ini sudah muncul, gejalanya dapat berupa :
· Terdapat keputihan berlebihan, berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.
· Adanya perdarahan tidak normal. Ini terjadi hanya bila setelah sel-sel leher rahim menjadi bersifat kanker dan menyerang jaringan-jaringan di sekitarnya.
· Pemberhentian darah lewat vagina.
· Meningkatnya perdarahan selama menstruasi.
· Terjadinya siklus diluar menstruasi dan setelah hubungan seks.
· Nyeri selama berhubungan seks.
· Kesulitan atau nyeri dalam perkemihan.
· Terasa nyeri didaerah sekitar panggul.
· Perdarahan pada masa pra atau paska menopause.
· Bila kanker sudah mencapai stadium tiga ke atas, maka akan terjadi pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, tangan dan sebagainya.

Gejala-gejala ini juga dapat disebabkan oleh masalah kesehatan serius lainnya. Jadi sebaiknya dianjurkan untuk mengunjungi dokter kandungan untuk memastikannya. Pasalnya bisa jadi perdarahan tersebut akibat gangguan keseimbangan hormon.

Diagnosis dan Terapi
Deteksi dini kanker leher rahim sangat diperlukan agar bisa disembuhkan. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pap smear dan biopsi untuk mendeteksi kanker leher rahim, sel-sel abnormal dan luka prakanker di leher rahim. Direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali bagi wanita usia diatas 21 tahun, atau bagi mereka yang sudah melakukan hubungan seks. Bagi wanita yang berusia diatas 30 tahun dan telah melakukan pap smear selama 3 kali berturut-turut dan hasilnya normal dapat melakukan tes ini setiap dua atau tiga tahun sekali. Setelah tes dilakukan dan hasil pemeriksaan diketahui, segera konsultasikan dengan dokter Anda.

Kamis, 15 Mei 2008

pengetahuan anemia pada ibu hamil

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu indikator tingkat kesehatan yang penting dan tantangan bagi bangsa Indonesia adalah masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 307/100.00 kelahiran hidup (SDKI, 2003). Tingginya angka tersebut disebabkan antara lain oleh keadan kesehatan dan gizi ibu yang rendah selama masa hamil, terlihat dengan masih banyaknya kejadian anemia gizi besi pada ibu hamil yaitu 63.5 %. Sasaran akhir pelita VII adalah menurunkan AKI menjadi 189 per 100.000 kelahiran hidup dan menurunkan kejadian anemia pada ibu hamil menjadi sekitar 35 %. Salah satu faktor masih tingginya angka kejadian anemia, kurangnya pengetahuan disini adalah ketidaktahuan akan tanda-tanda, gejala dan dampak yang ditimbulkan oleh anemia akibatnya kalaupun individu tersebut terkena anemia ia tidak merasa dirinya “sakit“ (Gillespie, 1998. Cit Widiyanto, 2001).
Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar hemoglobin (Hb) yang berada di bahwa normal. Di Indonesia Anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan Zat Besi,sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bahwa 11 gr/dl selama trimester III.(Depkes RI,1998).
Tubuh mampu mengatur penyerapan zat besi sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan meningkatkan penyerapan pada kondisi kekurangan dan menurunkan penyerapan saat kelebihan zat besi. Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan anemia adalah meningkatnya kebutuhan karena kondisi fisiologis, misalnya kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau mensturasi, adanya penyakit kronis atau infeksi, misalnya infeksi cacing tambang, malaria, tuberkulose atau TB (dulu dikenal sebagai TBC).(Notoatmodjo,2003)
Penduduk yang miskin salah satu bentuk gangguan gizi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab utama anemia kurang besi tampaknya adalah karena konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorsi zat besi yang rendah dari pola makanan yang sebagian besar terdiri dari nasi, dan menu yang kurang beraneka ragam. Di fase ini sangat diperlukan zat gizi cukup seperti zat besi, vitamin A, dan kalsium, dan susunan menu makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe makanan yang rendah absorbsi zat besinya.Selain itu infeksi cacing tambang memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerah-daerah tertentu,terutama di daerah pedesaan dan dapat mensosialisasikan masalah anemia guna menurunkan angka kejadian anemia.
Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional, bahkan internasional. Anemia pada ibu hamil mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas sumber daya manusia (Manuaba, 1998). Anemia yang terjadi selama kehamilan memberikan akibat pada ibu dan janinnya. Bagi ibu, keadaan anemia akan menurunkan daya tahan tubuh ibu, sehingga rentan terhadap infeksi. Selain itu akibat yang terjadi pada persalinan antara lain adalah lemahnya kontraksi rahim, tenaga mengejan yang lemah. Perdarahan post partum akibat otonia uteri, dan tubuh tidak mentoleransi terjadinya kehilangan darah seperti wanita yang sehat. Kehilangan darah hingga satu liter selama persalinan tidak akan membunuh seorang wanita yang sehat, tetapi pada wanita yang jelas anemia kehilangan sekitar 150 ml saja dapat berakibat fatal (Royston, & Amstrong, 1994). Akibat pada janin yang dikandung menyebabkan gangguan nutrisi dan oksigenasi utero plasenta. Hal ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga sering terjadi abortus, persalinan prematurus, cacat bawaan, IUFD (Intra Uterin Fetus Death) atau BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Anemia hamil disebut “Potensial danger to mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak) (Manuaba. 1998).
Ibu hamil yang menderita anemia mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR, kematian saat persalinan, pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan (Depkes RI, 1996). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya.

Berdasarkan data SDKI 2002-2003, Angka kematian ibu atau Maternal Mortality Ratio (MMR) di Indonesia untuk periode tahun 1998-2002, adalah sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup.AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar, mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita umumnya digunakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan..Kematian ibu hamil disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor sosial, faktor budaya dan faktor ekonomi. Kemiskinan masyarakat akan membawa kemiskinan pengetahuan dan informasi. Dan pada kondisi kemiskinan, keluarga khususnya ibu akan mengalami resiko kekurangan gizi, menderita anemia dan berat bayi lahir rendah (BBLR) (Anita Rahman,2003).
Hasil survey anemia di Jawa Tengah pada tahun 1998 sampai pada tahun 1999 diperoleh gambaran bahwa pengetahuan ibu hamil tentang tablet besi dan anemia sebesar 78,1%. Hasil tersesbut termasuk kategori rendah dan pada calon pengantin wanita sebesar 78% juga termasuk kategori rendah tentang tablet besi dan anemia. Pengetahuan tentang penyebab dan penanggulangan anemia yaitu sebesar 39,2% pada ibu hamil dan pada calon pengantin sebesar 39,2% dimana keduanya termasuk dalam kategori pengetahuan rendah dalam pengetahuan tentang penyebab dan penaggulangan anemia. (DepKes, 1999)
Hasil penelitian di rumah sakit pendidikan, di Indonesia menunjukan bahwa anemia meningkatkan angka kematian ibu. Tingkat kematian ibu pada kehamilan dengan anemia kira-kira 7 per 100 persalinan, sedangkan pada ibu yang tidak menderita anemia 1,9 per 1000 persalinan (UNICEF, 1989) Sebagian besar ibu di pedesaan menderita anemia sehingga tingkat kematiannya lebih tinggi dari pada perkotaan (7,6 per 1000 persalinan di pedesaan, dibandingkan dengan 2,5 per 1000 persalinan di perkotaan)
Masalah anemi gizi pada wanita hamil dari tahun 2001 sampai 2003 terjadi penurunan prevalensi, angka prevalensi tersebut masih termasuk dalam kategori tinggi yaitu diatas 40% berdasarkan klasifiikasi WHO/UNICEF/UNU 1996 (Gillespie, 1998 Cit Widiyanto, 2001). Dalam lingkup yang lebih kecil data menunjukan bahwa Anemi Gangguan Besi (AGB) di kabupaten Kulonprogo masih cukup tinggi yaitu 37,10% pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 sebesar 22,49%. Khususnya untuk Puskesmas Kalibawang pada tahun 2002 yaitu 32,48%. (Profil Kesehatan Kota Wates, 2003).
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 15-30 Desember 2007 dengan cara observasi di Desa Dekso didapatkan hasil bahwa kejadian anemia ibu hamil di Puskesmas Kalibawang Wates Kulonprogo sebanyak 22,49%. Kejadian tersebut juga didukung dari hasil wawancara pada 15 ibu hamil yang datang ke Puskesmas Kalibawang didapatkan hasil bahwa 14 dari ibu hamil tersebut terkena anemia akibat kekurangan gizi. Hal ini diakibatkan karena kurangnya pengetahuan ibu hamil tersebut tentang anemia seperti penyebab anemia, dan akibat dari anemia tersebut. Meskipun petugas Puskesmas Kalibawang sudah melakukan berbagai usaha untuk menurunkan angka kejadian anemia di Puskesmas Kalibawang dan bidan merupakan salah satu pelaksana kegiatan dalam rangka penurunan angka kejadian anemia yaitu dengan melakukan kegiatan yang meliputi penyuluhan dan konseling tentang pentingnya gizi bagi ibu hamil, pencegahan anemia, melakukan deteksi dini ibu hamil/ nifas penderita anemia dengan pemeriksaan Hb, dan pemberian tablet tambah darah
Berbeda dengan ibu hamil yang datang di Puskesmas Nanggulan Kulonprogo dimana dari 15 ibu hamil yang ditemui,didapatkan hasil bahwa 13 responden ibu hamil tidak mengalami anemia dan mempunyai pengetahuan tentang anemia yang baik.
Mengingat begitu seriusnya akibat yang biasa timbul oleh adanya anemia selama kehamilan serta masih tingginya angka prevalensi anemia pada wanita hamil di Puskesmas Kalibawang maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul: “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Anemia Dengan Status Anemia Dalam Kehamilan di Puskesmas Kalibawang.”

B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas dan tingginya permasalahan dalam kehamilan akibat anemia, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan: Apakah Ada Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Anemia Dengan Status Anemia Dalam Kehamilan di Puskesmas Kalibawang?

C. Tujuan Penelitian.
1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan status anemia dalam kehamilan di Puskesmas Kalibawang.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui tingkat pengetahuan ibu hamilan tentang anemia Di Puskesmas Kalibawang Wates Kulonprogo.
b. Diketahui status anemia dalam kehamilan Di Puskesmas Kalibawang Wates Kulonprogo.
c. Diketahui hubungan tingkat pengetahuan ibu kehamilan tentang anemia dengan status anemia dalam kehamilan Di Puskesmas Kalibawang Wates Kulonprogo.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Kalibawang
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan pihak puskesmas dalam menyusun perencanaan dalam penanggulangan dan penurunan anemia pada ibu hamil.
2. Bagi Organisasi Profesi Keperawatan
Dapat menambah pengalaman berharga dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah.
3. Bagi peneliti lain
Diharapkan dapat menjadi sumbangan sumber bacaan ilmiah untuk penelitian berikutnya yang sejenis.

E. Keaslian Penelitian
Peneitian yang berkaitan dengan Anemia ibu hamil telah dilakukan oleh beberapa orang, diantaranya:
1. Arsulfa, 2002, Karakteristik Ibu Hamil Dengan Anemia di RS. Sarjito Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskritif non analitik, data yang diambil secara retrospektif (sekunder) dalam kurun waktu 1 Januari – 31 Desember 2001. Hasil disajikan dalam bentuk tabel frekuensi sesuai dengan karakteristik yang akan diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang gambaran karakteristik ibu hamil dengan kejadian anemia, dimana karakteristik ibu hamil itu meliputi umur, paritas jarak kehamilan, umur kehamilan, tingkat pendidikan, dan frekuensi ANC. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tujuan yang ingin dicapai yaitu ingin mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan status anemia dalam kehamilan, subyek penelitian yaitu ibu hamil trimester II dan III yang mengalami anemia. Variabel, cara pengambilan data, waktu penelitian serta cara pengelolahan data.
2. Nisan Mauyah, Studi Status Gizi dan Paritas Dengan Tingkat Anemia pada ibu hamil di puskesmas Tegalrejo Yogyakarta pada tahun 2001, jenis penelitian deskriptif analitik, dilakukan di puskesmas Tegalrejo, hasil disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan frekuensi variabel yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran status gizi dan paritas dengan tingkat anemia pada ibu hamil, dan mengetahui manfaat gizi bagi ibu hamil.
Perbedaan dengan penelitian ini yaitu : Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan status anemia dengan kreteria ibu hamil berumur 18-35 tahun dipoli KIA Puskesmas Kalibawang Wates Kulonprogo Yogyakarta. Variabel bebas yaitu : Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia. Penelitian ini adalah kuantitatif non analitik dengan rancangan Cross Sectional.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Kepustakaan
1. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2003). Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awarreness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu stimulus atau objek.
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini obyek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba perilaku baru.
e. Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
9Sayogo, (1999), menjelaskan bahwa dari tahap ketidaksadaran pasien terhadap pasien (informasi), kemudian sadar terhadap objek pesan, terbentuklah pengetahuan sehingga memunculkan penilaian-penilaian suka atau tidak suka sehingga nantinya terbentuk keyakinan terhadap pesan tadi sehingga melahirkan perilaku tertentu.
Pengetahuan dalam kamus besar bahasa Indonesia (1999), diartikan sebagai segala sesuatu yang diketahui, atau segala sesuatu yang berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Pengetahuan merupakan salah satu tingkat yang paling rendah dalam tingkatan ranah kognitif. Kategori pengetahuan meliputi kemampuan untuk mengatakan kembali dari ingatan hal-hal khusus dan umum, metode dan proses atau mengingatkan suatu pola, susunan, gejala atau peristiwa.
Menurut Ancok (1992), bahwa hubungan antara pengetahuan, sikap, niat dan perilaku akan mempengaruhi keikutsertaan seseorang dalam suatu aktifitas tertentu. Adanya pengetahuan terhadap manfaat sesuatu hal, akan menyebabkan orang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Pengetahuan berisikan segi positif dan negatif, bila sesuatu kegiatan dianggap lebih banyak segi positifnya, maka kemungkinan besar seseorang akan mengikuti kegiatan tersebut, Menurut Tip, (1996) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia adalah: kurangnya pengetahuan ibu tentang anemia, pemeliharaan kesehatan, resistensi tablet besi dan komunikasi yang kurang tentang pentingnya suplemen tablet besi.
Pengetahuan seseorang dapat diperoleh dengan berbagai usaha, baik sengaja maupun secara kebetulan. Usaha yang dilakukan dengan sengaja meliputi berbagai metode dan konsep baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman. Pengetahuan seseorang dapat diperoleh melalui pendidikan, penyuluan, maupun dari berbagai sumber seperti media cetak seperti buku, majalah, koran, poster. Dari media elekteronik radio, televisi, film dan lainya, berperan penting dalam memperoleh informasi baik tentang kesehatan maupun informasi lainya.
Pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan khususnya anemia, akan berpengaruh terhadap sikap ibu hamil tentang pelaksanaan program pencegahan anemia. Sikap tersebut dapat berupa tanggapan setuju atau tidak setuju terhadap penerimaan tablet besi, berhubungan pula terhadap tindakan ibu dalam upaya pencegahan anemia. Salah satu faktor masih tingginya angka kejadian anemia adalah kurangnya pengetahuan tentang anemia, kurangnya pengetahuan disini adalah ketidaktahuan akan tanda-tanda dan gejala dan dampak yang timbul oleh anemia, akibatnya kalaupun individu tersebut terkena anemia ia tidak merasa “sakit“ (Tingkat pengetahuan menurut Nursalam, 2003).
2. Anemia Dalam Kehamilan
a. Pengertian anemia
Menurut WHO tahun 1996 yang dikutip oleh Gillespie, (1998 Cit Widianto, 2001) anemia defiensi besi adalah tingkatan kekurangan besi yang paling berat dan terjadi bila konsentrasi hemoglobin jauh dibawah ambang batas yang ditentukan secara statistik pada 2 SD (standar deviasi) dibawah median dari populasi sehat yang sama umur, jenis kelamin dan tingkat kehamilan. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar kurang dari 10,5 gr% pada trimester II sedangkan untuk ibu yang tidak hamil kadar hemoglobinnya 12 gr%. Perbedaan nilai batas tersebut dengan ibu yang tidak hamil terjadi karena hemodilusi terutama pada trimester II (Prawiroharjo, 2001). Anemia adalah istilah yang digunakan pada keadaan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah sampai kadar (wanita hamil) dibawah 11 gr%. Hemoglobin merupakan zat yang berwarna merah yang terdapat dalam bentuk larutan dalam sel darah merah, yang fungsi utamnya mengangkut oksigen ke semua bagian tubuh. Zat asam folat, vitamin, unsur mineral lainya, diperlukan untuk pembentukan hemoglobin yang dibentuk dalam sumsum tulang, ubi yang merupakan sumber penting dari asam folat, sementara sebagian besar gandum, daging, dan sayur-sayuran mengandung besi. (Royston & Armstrong, 1994).
Pengertian anemi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi anemia, anemia gizi dan anemia defisiensi besi.
1) Anemia adalah: Keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal yang diberikan pada individu (Soenarto, 1977). Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) didalam darah lebih rendah dari pada nilai normal untuk kelompok orang yang bersangkutan (Husaini, 1989).
2) Anemia Gizi Besi adalah: Keadaan kadar hemoglobin, hematkrit dan jumlah eritrosit lebih rendah dari nilai normal sebagi akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa makanan yang dengan mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut (Soenarto, 1997).
3) Anemia Defisiensi Besi adalah Anemia yang terjadi karena kebutuhan besi untuk erithropiesis tidak cukup, biasanya ditandai dengan eritrosit yang mikrositik, kadar besi serum rendah, satu rasi trasferin mengurangi dan tidak adanya zat besi pada sumsum tulang dan tempat cadangan zat besi yang lain (Harmaji dkk, 1977).
Pemeriksan dan pengawasan Hemoglobin dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli. Berkurangnya kadar Hb pada wanita hamil menurut WHO (Damayer, 1995).
1) Normal : > 11 gr%
2) Anemia ringan : 10 – 11 gr%
3) Anemia sedang : 7- 10 gr%
4) Anemia berat : < 7 gr%
b. Etiologi
Penyabab anemia secara umum, antara lain: (1) Kurang zat besi dan vitamin B12 dalam diet. Seorang yang berdiet dapat terkena anemia karena dalam berdiet berpantang makanan seperti telur, daging, hati. Kenyataannya, makanan tersebut merupakan sumber zat besi yang mudah diserap oleh tubuh. Demikian juga dengan para vegetarian cenderung menderita anemi, apalagi bila disertai kebiasaan tidak sarapan atau frekuensi makan tidak teratur serta kualitas makan yang tidak seimbang. (2) Penyakit infeksi (cacingan, malaria tubercolusis), (3) Penyakit keganasan. (4) Kehilangan darah (mimisan, menstruasi banyak, wasir berdarah, perdarahan tukak lambung, kecelakaan. (Kehamilan, yaitu terjadinya hemodilusi yang puncaknya pada umur kehamilan 32 minggu). (5) Gangguan produksi hemoglobin karena faktor keturunan, misalnya talasemia (Karyadi, 2003).
Pada keadaan normal, tidak semua zat besi dimakan dan diserap setiap hari dari usus kecil diperlukan segera. Kelebihan itu biasanya disimpan dalam sumsum tulang sehingga dalam masa stress fisik dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan pembentukan hemoglobin guna memenuhi kebutuhan meningkat. Salah satu periode stress fisik adalah kehamilan. Selama kehamilan pertumbuhan janin dan uterus, serta perubahan yang lain yang terjadi pada ibu yang menyebabkan peningkatan kebutuhan zat makan yang banyak, khususnya zat besi dan folat. Karena banyak wanita memulai kehamilannya dengan cadangan makanan yang tipis, kebutuhan tambahan mereka lebih tinggi dari biasanya, jika karena kekurangan gizi, kebutuhan itu tidak terpenuhi, kecepatan pembentukan hemoglobin menurun dan konsentrasinya dalam peredaran darah juga menurun. (Royston & Armstrong, 1994)
Penyebab terbanyak anemia dalam kehamilan adalah defisiensi zat besi dan perdarahan akut. Ibu hamil cenderung mengalami anemia pada tiga bulan terakhir kehamilannya karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan zat besi untuk diri sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir. Pada awal kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin yang masih lambat. Ketika umur kehamilan 4 bulan keatas, volume darah dalam tubuh ibu akan meningkat 35%, ini karena ekuivalen dengan 450 mg zat zat besi untuk memprokdusi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan memerlukan tambahan zat besi 300-350 mg akibat kehilangan darah. Mulai dari kehamilan hingga persalinan, ibu hamil memerlukan zat besi sekitar 800 mg besi atau 2-3 mg besi per hari atau dua kali lipat kebutuhan tidak hamil (Prawiroharjo, 2001).
Menurut Aziz (1996) Anemia pada umumnya disebabkan oleh:
1) Kehilangan darah dan turunnya jumlah sel darah merah akibat infeksi, seperti malaria, cacing tambang dan lain-lain.
2) Cacat bawaan dari sel darah merah.
3) Produksi sel darah merah akibat kerusakan hemopoesis pada penyakit febrile dan penyakit kronis seperti tuberkulosis.
4) Perdarahan mikroskopi dan perdarahan usus.
5) Defisiensi besi.
c. Patofisiologi
Dalam kehamilan terjadi peningkatan volume plasma darah sehingga terjadi hipervolemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah merah lebih sedikit dibandingkan dengan peningkatan volume plasma, sehingga terjadi pengenceran darah (Hemodelusi). Pertambahan volume darah tersebut berbanding sebagai berikut: plasma 30 %, sel darah 18 % dan hemoglobin 19 % (Prawiroharjo, 1999). Keadanan tersebut disebut sebagai anemia fisiologis atau pseudoanemia.
Pengenceran darah yang terjadi pada wanita hamil dianggap sebagai penyesuaian fisiologis bermanfaat karena:
1) Hemodilusi meringankan beban jantung yang harus berkerja lebih berat dalam kehamilan. Hedremia menyebabkan cardiac out meningkat dan kerja jantung diperingan bila viskositas darah menjadi rendah, resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak naik.
2) Mengurangi hilangnya zat besi pada waktu terjadinya kehilangan darah paska persalinan. Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32–36 minggu.
d. Klasifikasi
Tipe–tipe yang frekuensinya paling banyak dijumpai dalam kehamilan meliputi anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik, anemia refraktori, anemia sel sabit dan akibat infeksi (Prawiroharjo, 1999). Berdasarkan etiologi membagi anemia dalam kehamilan menjadi:
1) Anemia defisiensi besi: 62,3 %
2) Anemia megaloblastik: 29,05 %
3) Anemia hipoplastik : 8,0 %
4) Anemia hemolitik : 0,7 %
Menurut Pritcard (1991) berdasarkan etiologi atau penyebabnya, anemia yang paling sering terjadi pada wanita hamil dibedakan menjadi:
1) Yang didapat (acquired), terdiri dari:
a) Anemia defisiensi besi
b) Anemia akibat perdarahan akut.
c) Anemia akibat inflamasi atau keganasan
d) Anemia megaloblastik
e) Anemia hemolitik
f) Anemia aplastik dan hopoplastik.
2) Herdiret, terdiri dari:
a) Talasemia
b) Hemoglobinopati dan
c) Anemia hemolitik herediter tanpa hemoglobinopati
e. Tanda dan Gejala
Gejala awal anemia zat besi berupa badan lemah, lelah, kurang energi, kurang nafsu makan, daya konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah terinfeksi penyakit, stamina tubuh menurun, pandangan berkunang-kunang terutama bila bangkit dari duduk, selain itu wajah, selaput lendir kelopak mata, bibir, kuku penderita tampak pucat. Bila anemia sangat berat, dapat berakibat penderita sesak nafas, lemah jantung (Royston & Armstrong, 1994).
f. Dampak Dalam Kehamilan
1) Bahaya pada janin:
Sekalipun tampak janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
Akibat anemia dapat terjadi gangguan- gangguan dalam bentuk:
a) abortus.
b) terjadinya kematian intra uterin.
c) persalinan prematurritas yang tinggi.
d) bblr (bayi berat lahir rendah).
e) kelahiran dengan anemia.
f) dapat terjadi cacat bawaan.
g) bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal.
h) intelligensia rendah.
Anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh kurang baik bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan, nifas dan masa selanjutnya (Manuaba, 1998).
2) Bahaya dalam kehamilan.
a) Abortus (Keluarnya hasil konsepsi sebelum kehamilan 28 minggu dengan berat badan janin sampai 1000 minggu).
b) Persalinan prematuritas (Keluarnya hasil konsepsi pada usia kehamilan 28 minggu sampai 36 minggu).
c) Hambatan tumbuh kembang janin dalam tubuh.
d) Mudah terjadi infeksi.
e) Anemia dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %).
f) Molafidatidosa.
g) Heperemrsis Gravidarum.
h) Perdarahan antepartum.
i) KPD (ketuban pecah dini).
3) Bahaya dalam persalinan.
a) Gangguan his (kekuatan mengejan).
b) Kala I dapat berlangsung lam, dan terjadi partus terlantar.
c) Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan.
d) Kala III ( kala uri ) dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum karena atonia uteri.
e) Kala IV dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri.
4) Bahaya pada kala nifas.
a) Terjadinya sub-involusia uteri menimbulkan perdarahan post partum.
b) Memudahkan infeksi puerperium.
c) Pengeluaran ASI yang kurang.
d) Terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan.
e) Anemia pada kala nifas.
f) Mudah terjadi infeksi mamae.
g. Metabolisme dan fungsi zat besi dalam tubuh.
Besi termasuk mikromineral yang paling banyak dalam tubuh manusia dan hewan. Besi adalah unsur pokok hemoglobin, myoglobin, beberapa enzim dan merupakan gizi asensil untuk manusia. Orang dewasa mengandung besi 2,5 sampai 4 %, sebanyak 60 % terdapat dalam bentuk hemoglobin, 4 % dalam bentuk myoglobin, 15 % sampai 20 % disimpan, sisanya dalam berbagai bentuk senyawa enzim, katalase, protein transferin, oksigen triptopan. Besi dalam tubuh disimpan dalam bentuk ferrintin dan Hemosiderin terutama dalam hati, limfa dan sumsum tulang. Fungsi utama besi adalah untuk menstransport oksigen dalam bentuk hemoglobin darah dari paru-paru keseluruh jaringan tubuh (Linder, 1992).
Sel-sel darah merah berumur 120 hari, setelah umur 120 hari sel-sel darah merah mati, dan diganti dengan yang baru (turnover). Setiap hari turnover zat besi berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya harus didapatkan dari makanan. Sebagaian besar yaitu 34 mg dapat dari penghancuran sel-sel darah merah yang tua yang kemudian disaring oleh tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh sumsum tulang belakang untuk pembentukan sel-sel darah merah baru. Hanya 1 mg zat besi dari penghancuran sel-sel darah merah tua yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran pencernaan air kencing (iron basal losse).
Senyawa zat besi dalam tubuh dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1) Berfungsi untuk keperluan metabolik.
2) Berfungsi simpanan atau reserve.
Yang termasuk bagian pertama adalah hemoglobin, myoglobin, cytocrome. Senyawa lain berfungsi sebagai transport, menyimpan dan menggerakkan oksigen. Jumlah senyawa ini antara 25-55 mg/kg berat badan dan 80 % diantaranya berbentuk hemoglobin.
Yang termasuk reserver adalah fertin dan hemosiderin berukuran 5-35 mg/kg berat badan. Senyawa ini berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan homeostastis apabila komsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, maka zat besi dan feritin dan hemosiderin dimobilisasi untuk mempertahankan hemoglobin yang normal.
Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada waktu hamil jauh lebih besar dari pada tidak hamil. Pada trimester I kehamilan, kebutuhan zat besi lebih rendah dari pada sebelum hamil, karena tidak mensturasi dan jumlah zat besi yang ditransfer ke janin masih rendah. Pada waktu menginjak trimester II terdapat ekspansi maternal ret cell mass sampai akhir semester III. Pertumbuhan massa sel darah merah ini mencapai 35 % yang ekuivalen dengan pertambahan kebutuhan zat besi sebanyak 450 mg. Kenaikan red cell mass berkaitan erat dengan kenaikan kebutuhan komsumsi oksigen oleh janin. Keadaan ini diimbangi dengan menurunnya kadar Hb yaitu sebanyak 1 Gr % (pada waktu tidak hamil kadar Hb 12 %, pada wanita hamil 11 gr %).
Kebutuhan zat besi menurut trimester adalah sebagai berikut :
1) Pada Trimester I : Zat besi yang dibutuhkan ± 1 mg/hari, kebutuhan basal 0,8 mg/hari ditambahkan dengan kebutuhan janin dari sel darah merah 30-40 mg.
2) Pada Trimester II : zat besi yang dibutuhkan ± 5 mg / hari, kebutuhan basal 0,9 mg/hari ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan janin 110 mg.
3) Pada Trimester III : Zat besi yang dibutuhkan ± 5 mg/hari, kebutuhan basal 0,8 mg/hari ditambah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan janin 223 mg.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka kebutuhan zat besi yang pada trimester II dan III akan jauh lebih besar dan jumlah zat besi yang mengandung zat besi yang tinggi biovailabilitasnay. Apabila wanita tidak mempunyai cadangan zat besi yang cukup banyak ( 500 mg ), dan tidak mendapat suplemen preparat besi, sedangkan janin bertambah terus dengan pesat maka janin akan berperan sebagai parasit, ibu akan menderita karenanya. Umumnya janin dinyatakan normal kecuali pada keadaan yang sangat berat yaitu kadar Hb ibu sangat rendah, maka zat besi yang kurang akan berpengaruh pula terhadap janin.
h. Dosis dan cara pemberian Fe
1) Dosis pencegahan : Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan kadar Hb. Ibu hamil sampai masa nifas, sehari tablet (60 mg elemen iron dan 0,25 asamfolat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan sampai 42 hari setelah melahirkan. Mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya.
2) Dosis pengobatan : Diberikan pada sasaran yang anemia (kadar Hb < dari batasan ambang). Ibu hamil pada masa nifas, bila kadar Hb < 11 gr%, pemberian 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya sampai 42 hari setelah melakukan (Depkes, pedoman pemberian besi bagi petugas).
Standar pelayanan yang dapat dilakukan oleh bidan dalam pengolahan anemia ( Depkes, 2001) adalah :
1) Memeriksa kadar Hb semua ibu hamil pada kunjungan pertama, dan pada minggu ke-28. Hb dibawa 11 gr% pada kehamilan termasuk anemia, di bawah 8 gr% adalah anemia berat. Bila alat pemeriksaan tidak tersedia, periksa kelompok mata dan perkirakan ada tidaknya anemia.
2) Beri tablet besi pada ibu hamil sedikitnya 1 talet selama 90 hari berturut-turut. Bila Hb kurang dari 11 gr% teruskan pemberian tablet besi.
3) Beri penyuluhan gizi pada kunjungan antenatal, tentang perlunya tablet besi zat besi, makanan yang mengandung zat besidan kaya vitamin C, serta menghindari teh/ kopi atau susu dalam satu jam sebelum/ sesudah makan (teh/ kopi atau susu menggangu penyerapan zat besi). Beri contoh makan setempat yang banyak mengandung zat besi.
4) Jika prevalensi malaria tinggi, selalu ingatkan ibu hamil untuk berhati-hati agar tidak tertular penyakit malaria. Beri tablet klorokuin 10 mg/kg BB peroral, sehari satu kali selama 2 hari. Kemudian anjurkan dengan 5 mg/kg BB pada hari ke 3.( klorokuin aman dalam 3 trimester kehamilan).
5) Jika ditemukan, berikan 2-3 kali 1 tablet zat besi/hari.
6) Rujuk ibu hamil dengan anemia untuk memeriksakan penyakit cacing/ parasit atau penyakit lainnya, sekaligus pengobatannya.
7) Rujuk ibu dengan anemia berat dan rencanakan untuk bersalin di rumah sakit.
8) Sarankan ibu hamil dengan anemia berat untuk minum tablet besi sampai 4-6 bulan setelah persalinan.
3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Anemia
a. Umur ibu :
Kehamilan resiko tinggi dapat timbul pada keadaan empat terlalu (terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat). Pada kelompok umur menurut Departemen Kesehatan RI (2001). Kelompok umur beresiko yaitu < 20 tahun – tahun – 35 tahun. Jarak antara persalinan yang terlalu dekat, jumlah anak yang lebih dari tiga orang dan umur ibu waktu melahirkan kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30-35 tahun, telah terbukti merupakan penyebab tinggi morbiditas bahkan moralitas ibu maupun anak. Yang dapat memperberat terjadinya anemia adalah seringkali wanita memasuki masa kehamilan dengan kondisi dimana cadangan besi dalam tubuhnya kurang dan terbatas. Hal ini dapat diperberat bila hamil pada usia < 20 tahun karena pada usia muda tersebut membutuhkan zat besi lebih banyak selain untuk keperluan pertumbuhan diri sendiri juga janin yang dikandungnya. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe dan akhirnya menimbulkan anemia pada ibu hamil berikutnya ( Manuaba, 1998 ). Kehamilan usia lebih dari 35 tahun akan mengalami problem kesehatan seperti hipertensi, diabetes militus, anemia dan penyakit-penyakit kronis lainnya (Hartanto, 1996).
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dalam arti formal sebenarnya adalah suatu proses penyampaian bahan/ materi pendidikan oleh pendidikan kepada sasaran pendidik (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah laku. Karena pendidik itu adalah suatu proses maka dengan sendirinya mempunyai masukan dan keluaran. Masukan proses pendidikan adalah sasaran atau anak didik yang mempunyai karakteristik, sedangkan keluaran proses pendidik adalah tenaga atau lulusan yang mempunyai klasifikasi, tertentu sesuai dengan tujuan pendidik intitisi yang bersangkutan (Notoatmojo, 1993). Pendidik yang rendah berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki ibu. Pendidik merupakan hal yang penting yang dapat mempengaruhi pola pikir seseorang termasuk dalam tindakan seseorang dalam mengambil keputusan untuk memilih bahan makan yang dikomsumsi, misalnya memilih dan mengolah makan yang banyak mengandung zat besi (Notoatmodjo, 19971).
Menurut Royston (1994), pendidik rendah merupakan salah satu faktor yang bias meningkatkan angka kejadian anemia pada ibu hamil. Didalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih baik pada diri individu. Agustina (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor ysng menyebabkan anemia adalah adanya penyakit infeksi dan asupan makanan yang tidak mencukupi kebutuhan tubuh yang dipengaruhi oleh kurngnya pengetahuan dan pendidikan tentang kesehatan mengakibatkan ibu merasa tidak perlu untuk meminta pertolongan medis atau mendatangi pusat-pusat pelayanan kesehatan yang tersedia.
Menurut Notoatmojo (1993) terbentuknya sesuatu perilaku baru terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif, dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap sthimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya yang nantinya menimbulkan pengetahuan baru pada subyejk tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap.
Pengetahuan sangat berhubungan dengan pendidikan, sedangkan pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk mengembangkan diri, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sedangkan semangkin meningkat produktifitas, semakin meningkat kesejahteraan keluarga (Agustina, 2000 cit Retna Purwati, 2001).
c. Ekonomi
Bila dikaitkan dengan kenyataan sosial ekonomi yang terendah maka ibu hamil sangat rentan terhadap permasalahan yang berkaitan dengan nutrisi. Banyak permasalahan yang dipersulit oleh status sosial ekonimi rendah, acap terjadi pada wanita berbagai usia dan latar belakang budaya (Bowering etal, 1980 cit Nisan Mauya, 2001).
Menurut Gillespie, 1998 cit Widiyanto, ) penyebab terjadinya anemia yaitu (1) kurangnya kemampuan keluarga memperoleh makanan yang cukup kuanitas maupun kualitas untuk anggotannya sepanjang tahun, (2) Praktek pelaksanaan pemeliharaan ibu dan anak memadai, (3) kerangnya kemampuan keluarga dalam menjangkau pelayanan dan lingkungan kesehatan yang baik. Semua itu diperburuk lagi bila ditambah adanya faktor kemiskinan, rendahnya setatus wanita, adanya buta huruf dan lingkungan yang buruk.
Penyebab tidak langsungnya kejadian anemia adalah kondisi sosial ekonomi keluarga yang rendah, sehingga mengakibatkan ketersedian pangan ditingkat keluarga tidak mencukupi, yang juga mempengaruhi pola komsumsi keluarga yang kurang baik. (Kartini, 2003). Tingkat pendapatan keluarga berkaitan dengan dengan tingkat kemiskinan. Diperkirakan 1.3 milyar penduduk dunia dalam kemiskinan, lebih dari 70% adalah wanita (WHO, 2000). Batas kemiskinan tahun 1996 di Indonesia untuk daerah kota Rp. 38.426/ kapita/ bulan dan daerah desa Rp 27,313/ kapita/ bulan. Di daerah Istimewa Jogjakarta batas kemiskinan daerah kota Rp. 35.848/ kapita/ bulan dan Rp 27.836/ bulan daerah desa (Depkes, 1998). Tingkat pendapatan keluarga dapat sebagai pertimbangan saat ibu hamil akan memeriksakan kehamilannya apakah di puskesmas, di bidan peraktek atau di praktek dokter spesialis kandungan. Selain itu juga mempertimbangkan nilai ekonomis terhadap transportasi dan biaya obat saat ini puskesmas, pustu masih merupakan alternatif tempat berobat yang murah dan terjangkau.
d. Paritas
Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan makin banyak hilangnya zat besi dan mejadi makin anemis. Jika persedian cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya (Manuba, 1998).
Pada kehamilan relatif terjadi anemia karenah darah ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30% sampai 40%. Bertambahnya darah dalam kehamialn sudah dimulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30% dan hemoglobin sekitar 19%. Bila Hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis. Dan Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai 10 gr%. Setelah persalinan, demgam lahirnya plasenta dan pendarahan, ibu hamil kehilangan zat besi sekitar 900 mg. Saat laktasi, ibu masih memerlukan kesehatan jasmani yang optimal sehingga dapat menyiapkan ASI untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia, laktasi tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik. Kehamilan yang berulang dalam waktu yang sangat menyebabkan cadangan zat besi ibu belum pulih dan terkuras untuk keperluan janin yang dikandung berikutnya. (Kartini, 2003). Ibu hamil dengan frekuensi kelahiran banyak akan lebih beresiko daripada ibu hamil dengan frekuensi kelahiran banyaknya lebih sedikit, seseorang akan beresiko apabila melahirkan anak lebih dari 3 (multipara) dan tidak kecil resikonya jika frekuensi melahirkannya 1-3 (primipara) (Royston, 1994).
Menurut Wikjisastro (1999), faktor determinan mempengaruhi kematian maternatal antara lain adalah jarak kehamilan, status gizi, paritas dikarenakan kondisi fisiologis ibu yang belum matang untuk hamil lagi, karena hal ini akan memberikan predisposisi untuk terjadinyan perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solusio plasenta.
e. Umur Kehamilan
Pada kehamilan relatif terjadi anemia kerena darah ibu hamil mengalami hemodilusi. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan umur 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Hoo Swie Tjiong, 1962 cit Manuaba). Makin tua umur kehamilan kadar Hb makin rendah karena pemgenceran darah menjadi makin nyata dengan lanjutannya umur kehamilan sehingga frekuensi anemia dalam kehamilan meningkat pula. Hasil penelitian menemukan angka kematian disebabkan anemia kehamilan 3,8 % pada trimester 1, 13,6 % trimester II , dan 24,8 5 pada trimester III (Hoo Swie Tjiong, 1962 cit,. Wikjosastro, 1999).
Ibu hamil cenderung mengalami anemia pada tiga bulan terakhir kehamilan karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir, pada awal kehamilan, zat besi dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi mensturasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Ketika umur kehamilan 4 bulan keatas, volum darah dalam tubuh akan meningkat 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan memerlukan tambahan zat besi 300-350 mg akibat kehilangan darah. Mulai dari kehamilan hingga persalinan, ibu hamil memerlukan zat besi sekitar 800 mg besi atatu 2-3 mg besi per hari atau dua kali lipat kebutuhan tidak hamil.
f. Kepatuhan Minum Fe
Kata “ kepatuhan “ Berasal dari kata dasar “ patuh “ yang berarti taat, suaka menurut dan disiplin. Pengertian kepatuhan Sacket dkk. (1985) dan Troslet (1988) adalah tingkat prilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan, misalnya dalam melakukan diet dan menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam bidang pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajiban untuk berobat (misalnya minum tablet besi), sedemikian rupa sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan (Toman, 1979). Selanjutnya Toman juga menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketidak patuhan yaitu faktor pasie (penderita), faktor pelayanan kesehatan, faktor panduan abat, faktor masyarakat.
Hampir sama dengan yang disebutkan oleh Toman, Sarafino (1990) menjelaskan faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan seseorang dalam berobat yaitu faktor petugas, faktor obat, dan faktor penderita. Karakteristik petugas yang mempengaruhi kepatuhan antara lain : jenis petugas, tingkat pengetahuan, lamanya kerja, frekuensi penyuluhan yang dilakukan. Faktor obat yang mepengaruhi kepatuhan yaitu pengobatan yang sulit dilaksanakan, tidak menunjukan kearah penyembuhan, waktu yang lama dan efek samping obat. Semua itu menjadi penyebab seseorang tidak patuh dalam berobat. Faktor penderita, yang dapat mempengaruhi kepatuhan antara lain, umur, jenis kelamin, pekerjaan, adanya anggota keluarga, saudara dan teman khusus.
Sarwono dkk, (1984) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi patuh atau tidaknya seseorang dalam berobat menjadi tiga kelompok yaitu :
1) Faktor predisposisi yang mencakup persepsi, pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai, tradisi.
2) Faktor pendukung yaitu potensi sumber daya manusia.
3) Faktor pendorong, meliputi sikap pengambil keputusan.
Patuh atau tidaknya seseorang dalam melakukan suatu kegiatan dapat dilihat dari tingkat kepatuhannya. Tingkat kepatuhan juga dapat digunakan untuk mengetahui atau mengevaluasi pelaksaankemajuan, perkembangan kegiatan apakah sesui dengan standar atau aturan yang ditentukan (Depkes, 1997).
Becher (dalam Condrad, 1985) menjelaskan bahwa ada hubungan antara kepatuhan dengan kepercayaan terhadap beratnya penyakit, bahaya penyakit, manfaat pengobatan. Penyuluhan kesehatan melalui pendekatan individu, kelompok, masa, dapat meningkatkan kepatuhan berobat. Ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan Prokop dan Bradley (1981) yang menyatakan bahwa semakin sering penyuluhan dilakukan semakin meningkat kepatuhannya.
Kepatuhan ibu hamil dalam minum pil besi yang diterima selama kehamilannya merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas kehamilannya. Gillispi (1998) menyatakan kadar hemoglobin akan meningkat 1 gr/ dl jika dalam waktu 1-2 bulan ibu hamil mengkomsumsi pil besi 60 mg. (Sunesni, 2002) kepatuhan minum tablet besi dihitung berdasarkan persentase jumlah tablet besi yang seharusnya diminum oleh ibu hamil (Sachet, 1985 Cit Sarafino, 1990). Menurut Wiknjosatro (1997), kepatuhan minum tablet besi apabila ≥ 90 % dari tablet besi yang seharusnya diminum. Kepatuhan ibu hamil minum pil besi merupakan faktor penting dalam menjamin peningkatan kadar hemoglobin ibu hamil
Kepatuhan minum tablet besi pada ibu hamil dapat dipantau dengan cara melihat terjadinya perubahan warna pada feces atau dengan test Afifi, menghitung jumlah tablet yang diminum serta sisanya, suvervisi langsung, melihat perkembangan kesehatan fisiknya (Depkes, 1999).
Ada 7 cara yang dapat dilakukan untuk mengukur dan mengetahui kepatuhan (Sacket dkk, 1985yaitu:
1) Keputusan dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
2) Pengamatan jadwal pengobatan.
3) Penilaian tujuan pengobatan.
4) Penghitungan jumlah tablet (pil) pada akhir pengobatan.
5) Pengukuran kadar obat dalam darah atau urine.
6) Wawancara langsung dengan penderita.
7) Pengisian formulir khusus.
Suplemen tablet besi telah terbukti dapat meningkatkan status besi relatif cepat terutama terhadap kelompok sasaran yang membutuhkan seperti wanita hamil. Pil besi dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada saluran pencernaan, keadaan inilah yang menyebabkan sulitnya memotivasi seseorang untuk patuh minum tablet besi setiap sehari sekali

B.
Sumbe pengetahuan:
§ Informasi
§ Edukasi Petugas
§ Poster
§ Radio
§ Tv
§ Koran
§ Majalah
§ Buku
§ PendidikanKerangka Teori Penelitian





Tingkat Pengetahuan
Ibu Hamil Tentang
Anemia
Umur Ibu
Tingkat Pend
Penghasilan
Paritas
Umur Kehamilan
Kepatuhan Minum Fe
Anemia
Status Anemia Dalam Kehamilan
Tidak
Anemia Anemia








Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti
C. Kerangka Konsep Penelitian
Tingkat Pengetahuan
Ibu Hamil
Tentang anemia
Anemia
Status Anemia Dalam Kehamilan
Tidak
Anemia Anemia




Keterangan:

: yang diteliti
: tidak diteliti

D. Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini hipotesisnya adalah “Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan status anemia dalam kehamilan di Puskesmas Kalibawang Wates. Kulonprogo Yogyakarta”.



BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian Cross sectional. Pengukuran variabel dilakukan suatu saat, subjek diobservasi pada saat yang sama dan pengukuran variabel dilakukan pada pemeriksaan atau pengkajian (Notoatmojo, 2002).

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan adalah di Poliklinik KIA Puskesmas Kalibawang Wates dan akan dilaksanakan pada tanggal 13-30 Desember 2007.

C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilannya di poli KIA/KB Puskesmas Kalibawang, selama penelitian ini berlangsung. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 170 ibu hamil.
2. Sampel
37Cara penentuan sampel dalam penelitian ini digunalan teknik Non Probability sampling yaitu Accidental Sampling dimana teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan penelitian dapat di gunakan sebagai sample. (Sugiyono,2003) Apabila subyeknya besar (lebih dari 100) dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 1998). Penelitian ini menggunakan 36% dari total populasi Sampel dalam penelitian ini sebesar 62 responden (ibu hamil) dengan kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi yaitu Ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Kalibawang dengan umur kehamilan 13-28 minggu (trimester II) dan umur kehamilan 28-42 minggu (trimester III), dan
b. Kriteria ekslusi yaitu Ibu hamil dengan umur kehamilan pada trimester I dan ibu hamil yang tidak mau menjadi responden.
Karena jumlah sampel tidak dapat terpenuhi dalam 1 kali pengambilan sampel maka dilakukan 6 kali pengambilan sampel., selama 3 minggu berturut-turut, pada hari pelayanan anternatal yaitu pada setiap hari Selasa dan Rabu.Sampel dalam penelitian ini berjumlah

D. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep penelitian tertentu (Notoatmodjo, 2002: 70)
Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas, variabel terikat dan variabel pengganggu. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan anemia pada ibu hamil. Variabel terikat yaitu tingkat anemia pada ibu hamil. Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah umur, tingkat pendidikan, dan penghasilan.
Cara pengendalian variabel pengganggu yaitu dengan cara :
1. Umur
Untuk variabel pengganggu umur cara pengendaliannya yaitu diabaikan karena umur ibu saat hamil berbeda-beda, sehingga peneliti hanya meneliti ibu yang hamil saat trimester II dan III saja.
2. Pendidikan
Untuk variabel pengganggu pendidikan diabaikan karena pendidikan setiap orang berbeda-beda sehingga peneliti meneliti ibu hamil pada trimester II dan III tanpa memandang pendidikan yang ditempuh.
3. Penghasilan
Pada variabel pengganggu penghasilan juga diabaikan seperti variabel pengganggu lainnya karena pendapatan di masyarakat berbeda-beda khususnya pada ibu hamil dan anemia saat kehamilan juga menyerang semua golongan baik golongan menengah keatas atapun menengah kebawah. Hal ini mungkin disebabkan karena mereka kurang pengetahuan dalam konsumsi makanan yang baik saat hamil.


Variabel bebas Variabel Terikat
Tingkat Pengetahuan
- Baik
- Cukup baik
- Kurang baik

Status Anemia Dalam Kehamilan
- Ya
- Tidak





Umur Ibu
Tingkat Pend
Penghasilan



Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel
Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

E. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini variabel-variabel yang akan di teliti di definisikan sebagai berikut :
1. Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia
Pengetahuan ibu hamil adalah pemahaman ibu tentang anemia antara lain yaitu meliputi pengertian anemia, penyebab anemia, gejala anemia, pencegahan anemia, akibat anemia, jenis makanan dan lain-lain yang dibuat dalam kuesioner lalu hasil yang didapatkan dari sejumlah pertanyaan materi tentang pengetahuan anemia dijumlah dan dikategorikan menjadi skala ordinal. Menurut Nursalam (2003) Tingkat pengetahuan dikategorikan dalam 3 kategori yaitu:
a. Baik : 76%-100%
b. Cukup : 56%-75%
c. Kurang : 40%-55%
2. Status Anemia dalam kehamilan :
Status anemia dalam kehamilan adalah semua status tentang Hb dari ibu hamil yang periksa di Puskesmas Kalibawang yang digolongkan dalam tingkat anemia dan tidak anemia. Kadar Hb ini diperiksa dengan pemeriksaan sahli dan digolongkan menjadi 2 yaitu apabila :
a. Anemia : Hb < 11gr%
b. Tidak anemia : Hb ≥ 11gr%
Keadaan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit lebih rendah dari normal sebagai akibat dari difisiensi salah satu atau beberapa makanan yang essensial dengan mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut. Anemia sebagai keadaan kadar Hb lebih dari 2 SD (Standar Deviasi) dibawa rata-rata orang sehat dalam keadaan umur, jenis kelamin, dan tingkat kehamilan yang sama.

E. Instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian untuk pengetahuan tentang anemia pada ibu hamil adalah kuesioner. Penulis menyusun daftar pertanyaan dengan memodifikasi sesuai dengan variabel pengetahuan tentang anemia, indikator yang akan diukur meliputi : pengertian anemi 5 item, penyebab anemia 5 item, gejala 4 item, pencegahan Anemia 6 item, akibat Anemia 4 item, jenis makanan 4 item, cara minum Fe 6 item, jumlah pertanyaan dalam kuisioner tentang Anemia seluruhnya adalah 30 pertanyaan, menggunakan pertanyaan tertutup dengan alternative jawaban 4, dengan jawaban benar diberi nilai 1 (satu) dan untuk jawaban salah diberi nilai 0 (nol). Data yang terkumpul lalu dijumlahkan dan dilakukan kategorisasi sesuai dengan skala ordinal yaitu kategori Baik 76%-100%, kategori cukup 56%-75%, kategori kurang 40%-55%.
Tabel 3.1. Kisi-kisi pertanyaan ibu tentang Anemia dalam kehamilan.
Variabel Penelitian
Indikator
Nomor Pertanyaan
Pengetahuan Tentang Anemia
Pengertian anemia
Penyebab anemia
Gejala anemia
Pencegahan anemia
Akibat anemia dalam kehamilan
Jenis makanan
Cara minum Fe
1, 2, 3, 4, 5
6, 7, 8,
9,10, 11
12,13,14, 15, 16
17,18, 19, 20

21, 22, 23, 24
25,26, 27, 28, 29

Sedangkan pengukuran tentang status anemia pada ibu hamil yaitu dengan melihat hasil pemeriksaan Hb yang dilakukan oleh petugas laboratorium Puskesmas Kalibawang yang dilakukan dengan cara metode sahli. Status anemia tersebut dibagi menjadi 2 yaitu anemia bila kadar Hb < 11gr% dan tidak anemia bila kadar Hb ≥ 11gr% .
Sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu kuesioner dilakukan uji validitas dengan rumus Pearson Prodoct Moment dan dicari reliabilitas dengan menggunakan metode alpha cronsbach. Uji coba dilakukan pada ibu hamil di Desa Dekso wates pada 20 responden ibu hamil dengan karaktristik yang sama, yaitu 13-28 minggu (trimester II) dan umur kehamilan 28-42 minggu (trimester III).
Dari hasil validitas didapatkan bahwa dari 34 soal, terdapat 5 soal yang tidak valid dan 29 soal valid. Soal yang tidak valid yaitu pada nomor 6, 10, 14, 15, dan 32 sehingga dari 5 soal yang tidak valid ini tidak diikutkan karena dari 29 soal yang valid sudah dapat mewakili dari definisi operasional yang sudah ditentukan.
Dari hasil uji reliabilitas didapatkan hasil bahwa untuk reliabilitas variabel tingkat pengetahuan yang menggunakan rumus alpha crombach adalah 0,764.

F. Cara Pengumpulan Data
1. Data tingkat pengetahuan tentang anemia diperoleh melalui kuesioner terhadap responden yaitu semua populasi dan subyek penelitian yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Untuk menghindari persoalan teknis yang berkaitan dengan saat dilakukan pengumpulan data responden dan ketelitian dalam memberikan jawban, peneliti memberikan petunjuk dalam pengisian kuesioner serta mengadakan pengawasan dan penjelasan kembali bila responden mengalami kesulitan dalam hal-hal yang kurang jelas bagi responden yang bias baca tulis. Bagi responden yang tidak bias baca tulis, akan diwawancarai langsung dengaan panduan kuesioner oleh peneliti sendiri atau dengan bantuan enumerator. Untuk kelancaran dalam pengumpulan data, penulis dibantu oleh 2 orang anumerator dengan latar belakang pendidikan D III kebidanan dan telah dilatih mengenai materi kuesioner.
2. Untuk mengetahui kadar Hb ibu hamil dilakukan pemeriksaan Hb (metode Sahil ) pada semua ibu hamil yang datang untuk memeriksakan kehamilannya. Dalam pemeriksaan Hb ini peneliti berkerja sama dengan petugas labortorium Puskesmas Kalibawang.

G. Pengolahan dan Analisa Data.
1. Pengolahan data
Data yang diambil yaitu data yang terkumpul dilakukan pengolahan dengan tahap-tahap :
a. Editing. Meneliti setiap kusioner tentang kelengkapannya dengan memeriksa jawaban dan perubahan seperlunya bila dibutuhkan.
b. Coding. Mengklasifikasi dan memberikan kode skor pada jawaban responden.
c. Tabulasi. Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, membuat tabel distribusi frekuensi.
d. Entry. Memasukkan data kedalam program SPSS 11.
2. Analisa data
Analisa hasil penelitian ini dilakukan secara bertahap :
a. Tahap I : dilakukan analisa univariat variabel yang ada pada penelitian ini untuk menghitung distribusi dan frekuensinya.
b. Tahap II : dilakukan analisa bivariat variabel bebas dan terikat. Analisa data yang digunakan adalah tehnik bivariat dengan uji hipotesis Chi-Square dengan rumus Chi kuadrat :
(Sugiyono, 2006)
Dimana : = Chi kuadrat
fo = frekuensi observasi
N = frekuensi harapan
H. Pelaksanaan Penelitian.
1. Tahap persiapan.
Meliputi studi pendahuluan, pembuatan proposal, menyelsaikan adminitrasi dan perijinan penelitian dari Ketua STIKES SURYA GLOBAL ke Walikota Kulonprogo yogyakarta kemudian ke Kepala Dinas Kesehatan kota wates Yogyakarta dilanjut ke Kepala Puskesmas Kalibawang, lalu melakukan uji kuesioner.
2. Tahap pelaksanaan.
Meliputi pengambilan data di Puskesmas Kalibawang, editing data (memeriksa data-data yang terkumpul mengenai bacaan maupun kelengkapan), pengolahan data melalui computer dengan menggunakan prigram SPSS dengan uji statistic Korelasi Tata Jenjang Spearman.
3. Tahap analisis data
Meliputi analisis deskriptif untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil tetang anemia dan variabel kontrol secara kuantitatif.
4. Tahap penulisan laporan.
Pengambilan data dengan memberikan kuesioner pada ibu hamil di tempat penelitian yaitu Puskesmas Kalibawang, mulai tanggal 13 sampai 30 Desember 2007 pada setiap hari pelayanan anternatal di poli KIA. Kuesioner yang telah disusun dibagikan kepada responden dengan memberikan penjelasan terlebih dahulu maksud dan tujuan penelitian, setelah itu memberikan kesempatan kepada responden untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas.